Home » , » Fakta Unik Wisata di Bulukumba

Sahabat traveler ! Mengunjungi tempat wisata adakalanya orang yang berwisata juga mempunyai visi dan keinginan yang lebih ketika berada di t...

Fakta Unik Wisata di Bulukumba

Written By Admin on Saturday, August 27, 2016 | 5:25 AM

Sahabat traveler! Mengunjungi tempat wisata adakalanya orang yang berwisata juga mempunyai visi dan keinginan yang lebih ketika berada di tempat yang dikunjungi, minimal menambah pengetahuan mereka tentang adat dan kearifan lokal budaya setempat. Penulis ingin mengulas satu tempat wisata yaitu kabupaten Bulukumba, sebuah daerah tropis yang berada di sebelah selatan bagian timur provinsi Sulawesi Selatan dan berjarak kurang lebih 150 kilometer dari kota Makassar. Guys! Daerah yang dijuluki “Butta Panrita Lopi” ini mempunyai segudang potensi wisata budaya yang unik dan wisata bahari yang eksotis dan tentu sangat disayangkan jika tidak dikunjungi apalagi dilewatkan begitu saja, terutama oleh wisatawan baik dari seluruh pelosok negeri maupun mancanegara loh.



Tanah adat Kajang dengan budayanya yang khas, kepiawaian masyarakat Tanah Beru dalam membuat Phinisi, perahu kebanggaan pelaut Bugis, Makassar serta keindahan panorama alam Tanjung Bira dengan pasir putih dan laut pantainya yang eksotis, tidak asing lagi ditelinga masyarakat Sulawesi Selatan pada khususnya, masyarakat Indonesia bahkan dunia secara umum.

Bagi mereka yang pernah mengungjungi daerah produsen cemilan khas ”Jagung Marning” ini, tentu sudah mengetahui dan mempunyai cerita tersendiri untuk lokasi wisata tersebut. Namun bagi orang yang belum pernah berkunjung dan ada niat atau rencana ke tempat itu, mungkin perlu menyimak beberapa fakta unik tempat-tempat wisata yang ada di Bulukumba. Tempat unik di Bulukumba yaitu Tanah Adat Suku Kajang

Suku Kajang atau yang lebih dikenal dengan Adat Ammatoa sudah sejak lama mendiami Tana Toa, daerah Bulukumba, Sulawesi Selatan. Suku Kajang merupakan salah satu masyarakat adat klasik, mereka tinggal di daerah yang terpencil, dan tetap memelihara nilai tradisional dengan menjaga kesakralan tokoh Ammatoa atau pemangku adat.

Berdasarkan lokasi permukiman mereka, masyarakat suku Kajang terbagi dalam dua kelompok, yakni Kajang Luar dan Kajang Dalam. Suku Kajang Dalam, yang merupakan penjunjung tinggi adat Kajang, mendiami tujuh dusun di Desa Tana Toa. Adapun pusat kegiatan komunitas suku Kajang berada di Dusun Benteng, yang ditandai dengan kehadiran rumah Ammatoa, sang pemimpin adat.

Fakta unik pertama Wwisata Tanah Adat Kajang yaitu masyarakat Ammatoa memraktekkan sebuah agama adat yang disebut dengan “Patuntung”. Istilah Patuntung tersebut berasal dari tuntungi, kata dalam bahasa Makassar yang jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berarti “mencari sumber kebenaran Seiring perubahan zaman, mereka mengaku memeluk agama Islam atau sebutan mereka Sallam. Hanya dalam praktiknya, mereka mengiblatkan diri pada “Passang Ri Kajang” atau pesan-pesan suku Kajang sebagai payung kehidupan.

Ajaran Patuntung mengajarkan jika manusia ingin mendapatkan sumber kebenaran tersebut, maka dia harus menyandarkan diri pada tiga pilar utama, yaitu menghormati Turiek Akrakna (Tuhan), tanah yang diberikan Turiek Akrakna, dan nenek moyang. Kepercayaan dan penghormatan terhadap Turiek Akrakna merupakan keyakinan yang paling mendasar dalam agama Patuntung.

Masyarakat adat Kajang percaya bahwa Turiek Akrakna adalah pencipta segala sesuatu, Maha Kekal, Maha Mengetahui, Maha Perkasa, dan Maha Kuasa. Pandangan Patuntung ini direfleksikan dari cara berpakaian Suku Kajang yang serbahitam. Warna hitam tersebut merupakan simbol kesederhanaan dan peringatan akan adanya kematian atau sisi gelap.

Sebagian orang mengatakan bahwa jika ingin mengunjungi daerah ”Ammatoa” ini harus memakai pakaian warna hitam dan tidak boleh memakai alas kaki, namun faktanya tidak mengapa pengunjung memakai alas kaki tetapi yang harus dihindari adalah memakai pakaian yang berwarna merah. Menurut beberapa sumber warna merah adalah pantangan bagi penduduk adat di sana. Walaupun sebenarnya kawasan ini bukan lagi daerah yang terisolir, namun masih bisa katakan demikian karena aliran listrik di kawasan tanah adat tidak ada. Meski pemerintah setempat sebelumnya telah menawarkan listrik masuk ke wilayah tersebut, tetapi tidak ada izin dari kepala adat setempat.


SHARE

0 comments :

Post a Comment